Kaffa Fakkahu Wa Fakka Kaffahu
12 May 2016 § Leave a comment
Di grup WA almamater ada yang kirim gambar berisi kalimat hikmah ini. « Read the rest of this entry »
Ilmu Balaghah dalam Kehidupan Sehari-Hari
2 September 2015 § Leave a comment
Dalam pelajaran ilmu balaghah ada bab istifham (secara bahasa artinya “minta pemahaman”, “minta tahu”). Bentuk pertanyaan.
Istifham dibagi dua: hakiki dan ghairu hakiki. Istifham hakiki adalah bentuk pertanyaan karena si penanya benar-benar tidak tahu (khaliy al-dzihni, “yang kosong otaknya”, yang « Read the rest of this entry »
Kenapa Dinamai “Nahdlatul Ulama”, bukan “Nuhudlul Ulama”.
7 August 2015 § 1 Comment
Kata “nahdlatul” (nahdlah) dalam “Nahdlatul Ulama” adalah isim masdar dari kata “nahadla” yang berarti “qiyam” atau “rising” atau “bangkit”. Ada isim masdar lain dari kata “nahadla“, yaitu “nuhudl“.
Lalu, kenapa para ulama pendiri Nahdlatul Ulama memilih diksi “nahdla” (“nadlatul“) untuk nama organisasinya itu? Kenapa « Read the rest of this entry »
Kuliah Bahasa Bulan Puasa: Kenapa Hari Raya Disebut “al-‘Id”
14 July 2015 § 1 Comment
Kenapa “hari raya” disebut “al-‘Id”? Saya sarikan beberapa poin dari lema عود di kitab kamus Lisan al-‘Arab karya Ibnu al-Mandzur.
- Innama al-‘id ma ‘ada ilaika min al-syauq wa al-maradh wa nahwihi. Al-‘id adalah kembalinya rasa rindu, atau sakit, atau sebagainya.
Kuliah Bahasa Bulan Puasa: Persamaan dan Perbedaan “Shaum” dan “Shiyam”
9 July 2015 § 2 Comments
Anda tentu sudah akrab dengan ayat Alquran mengenai kewajiban puasa:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.
Anda juga tentu hafal niat puasa Ramadan dalam bahasa Arab: « Read the rest of this entry »
Kuliah Bahasa Bulan Puasa: Niat Puasa Ramadan yang Tepat Menurut Tata Bahasa
3 July 2015 § 13 Comments
Nawaitu shouma ghodin ‘an adai fardhi syahri romadhona hadzihis sanati lillahi ta’ala.
Seperti itulah bacaan kalimat niat puasa yang Anda dapatkan jika Anda googling di internet, juga jika Anda saksikan di televisi. Jika musala atau masjid Anda menggunakan kalimat itu, mungkin dari hasil googling atau ikut-ikutan di televisi.
Tapi, tahukah Anda jika kalimat niat tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan secara gramatikal Arab? Kalimat itu tidak tepat « Read the rest of this entry »
Kuliah Bahasa Bulan Puasa: Kenapa Disebut “Buka Puasa”
24 June 2015 § Leave a comment
Kenapa kita, orang Indonesia, menyebut aktivitas makan saat magrib tiba bagi orang yang berpuasa dengan istilah “buka puasa”? Kenapa disebut “buka”?
Pertama, bahasa Arab untuk aktivitas berbuka puasa adalah “al-ifthar”. “Al-ifthar” berasal dari akar kata “fathara-yafthuru-fathr”, yang arti dasarnya “qatha’a” (memotong).
Dalam Mu’jam al-Lughah al-Arabiyyah al-Mu’ashirah halaman 1721 (jilid 3) disebutkan: “Afthara al-rajul” atau “fathara al-shaim” artinya “qatha’a shiyamahu bi tanawaul al-tha’am wa al-syarab” (“memotong” puasa menggunakan makanan atau minuman).
Dalam “buka puasa”, kita “memotong” puasa. Memotong aktivitas menahan makan, memotong aktivitas menahan minum, dan memotong aktivitas menahan hubungan intim. Semua larangan saat siang Ramadan itu “dipotong” menjadi boleh kala magrib tiba.
“Fathara-yafthuru-fathr” juga memiliki arti dasar “syaqqa” (membelah; merobek).
Dalam surah al-Infithar ayat pertama Allah berfirman: Idza al-sama’u infatharat. Apabila langit terbelah. “Infatharat” artinya “insyaqqat”.
Dalam “buka puasa”, kita “membelah” puasa. Anggaplah aktivitas puasa adalah buah durian. Cara membuka durian adalah dengan membelahnya.
Dalam “buka puasa”, kita “merobek” puasa. Anggaplah aktivitas puasa adalah kado. Cara membuka kado adalah dengan merobek bungkusnya.
Ada efek “terbuka” dalam tindakan membelah dan merobek.
Terkandung makna “buka” dalam “al-ifthar”. Maka, tepat jika al-ifthar diterjemahkan “buka puasa”.
Kedua, sebagaimana dalam Lisan al-‘Arab.
Dalam kamus Lisan al-‘Arab di lema fa-tha-ra, Ibnu al-Mandzur menulis: minhu ukhidza “fithr al-shaim” liannahu yaftahu fahu. Pemahaman saya: dari “fathara” yang bermakna “syaqqa” itulah muncul kata “fithr al-shaim” atau “hidangan orang yang berpuasa kala magrib tiba”. Sebab, kala magrib tiba, orang berpuasa “membuka mulutnya untuk memasukkan hidangan itu”.
Saat maghrib tiba, orang berpuasa membatalkan puasanya dengan makan, dan saat makan itulah, tentu saja, ia membuka mulutnya.
Begitulah istilah khas Indonesia “buka puasa” menemukan asal-usulnya: disebut “buka puasa” sebab saat buka puasa, seseorang membuka mulutnya untuk makan.
Jadi, arti “buka puasa” adalah “membuka mulut untuk membatalkan puasa dengan cara memasukkan makanan”.
Tapi, penjelasan itu sedikit menjadi rumit saat seseorang membatalkan puasa dengan jimak atau hubungan seks suami-istri. Sebagai informasi: meski tidak lazim, berbuka puasa dengan jimak itu boleh-boleh saja.
Nah, jika buka puasa dengan makanan adalah “seseorang membuka mulut untuk membatalkan puasa dengan cara memasukkan makanan”, lalu bagaimana dengan buka puasa dengan hubungan seks? Apa yang seseorang buka untuk membatalkan puasa? Apa yang seseorang masukkan saat membatalkan puasa?
Btw, ini penjelasan “semantically-cocokologi speaking”. Sebab, sebatas yang saya tahu, tidak ada hubungan yang sebenarnya antara kata “buka puasa” dalam bahasa Indonesia dan kata “al-ifthar” dalam bahasa Arab. Tapi, penjelasan ini masuk akal kan? Paling enggak ya, paling enggak … ini bisa jadi penjelasan sementara jika Anda penasaran kenapa kita menyebut “buka puasa” dan Anda tidak punya penjelasan lain.
*
Versi YouTube:
Jika “Idul Fitri” Kembali ke Fitrah Maka “Idul Adha” Kembali ke Apa?
8 October 2014 § 3 Comments
Secara bahasa, “Idul Fitri” (‘id al-fithr, عيد الفطر) berarti … “’Id” artinya “hari raya”. Dalam tata bahasa bahasa Arab, kata “’Id” masuk ke kategori yang disebut ism jamid atau kata benda asli atau kata dasar/akar, bukan ism musytaq atau kata bentukan/turunan dari kata lain (Arti ini sekaligus menjadi titik tinjau untuk ucapan yang kaprah kita dengar: Selamat Hari Raya Idul Fitri atau Selamat Hari Raya Idul Adha. Kalimat itu sama dengan « Read the rest of this entry »
A’udzubillahi Minassinetronirrajim
11 June 2013 § 4 Comments
Pada waktu yang sangat lampau, seseorang menegur saya via inbox Facebook karena, menurutnya, saya tidak sopan, mempermainkan sesuatu yang semestinya dimuliakan.
Teguran tersebut merespons status Facebook saya: A’udzubillahi minassinetronirrajim. Aku berlindung kepada Allah dari sinetron yang terkutuk. Yang bersangkutan menganggap saya telah mem-pleset-kan kalimat thayyibah: A’udzubillahi minasysyaithanirrajim. Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk. Kalimat ta’awwudz yang sering dibaca kaum muslim sebelum mengaji Al-Quran.
Saya membalas teguran hanya dengan ikon smile. Tak mungkin saya « Read the rest of this entry »