Daging Ulama Itu Beracun
29 June 2017 § Leave a comment
Dalam “al-Tibyan“, Imam al-Nawawi (w. 676 H) menukil pernyataan Imam Ibn Asakir (w. 571 H):
اعلم يا أخي وفقنا الله وإياك لمرضاته، وجعلنا ممن يخشاه ويتقيه حق تقاته، أن لحوم العلماء مسمومة، وعادة الله في هتك أستار منتقصيهم معلومة، وأن من أطلق لسانه في العلماء بالثلب ابتلاه الله تعالى قبل موته بموت القلب.
“Saudaraku–semoga Allah memudahkan kita mendapatkan rida-Nya, menjadikan kita orang yang takut kepada-Nya dan orang yang benar-benar bertakwa kepada-Nya–ketahuilah:
Daging ulama itu beracun. Sudah maklum, ada sunatullah yang berlaku bagi orang yang merendahkan ulama: satirnya (aib) akan tersingkap. Dan orang yang mencela ulama akan diuji oleh Allah sebelum orang tersebut mati: hatinya terlebih dahulu mati.”
Ada pernyataan sama namun tak serupa yang juga dinisbatkan kepada Ibn Asakir:
لحوم العلماء سم: من شمها مرض، ومن ذاقها مات
“Daging ulama itu racun: yang menghirupnya akan jatuh sakit, yang mencecapnya akan mati.”
Siapakah ulama yang dimaksud?
Ahlul quran.
Imam al-Nawawi meletakkan nukilan di atas di bab ketiga dengan judul “Ikram Ahl al-Quran wa al-Nahy ‘an Adzahum” atau “Memuliakan Ahlul Quran dan Larangan Menyakiti Mereka”.
Siapakah “ahlul quran” itu?
Orang yang menghafal Alquran? Para penghafal Alquran? Orang memahami maksud ayat-ayat Alquran? Orang yang menulis kitab tafsir Alquran atau karya-karya terkait Alquran? Orang yang memiliki lembaga dalam bidang Alquran? Orang yang mengamalkan pesan-pesan Alquran? Atau orang-orang yang memiliki semua poin itu?
Semoga kita mampu merenungi ucapan Imam ibn Asakir di atas sejak ia masih dalam kata-kata, bukan menyadarinya saat kita telah diuji dengan kematian hati.
Semoga kita mampu menghayati nasihat tanpa harus terlebih dahulu mengalami kepedihan, sebagaimana disebutkan pepatah:
نحن لا نتعلم بالنصيحة: نتعلم بالوجع
“Kita tak mengambil pelajaran hidup dari nasihat: kita mengambil pelajaran hidup dari kepedihan.”
Leave a Reply