Jika “Idul Fitri” Kembali ke Fitrah Maka “Idul Adha” Kembali ke Apa?
8 October 2014 § 3 Comments
Secara bahasa, “Idul Fitri” (‘id al-fithr, عيد الفطر) berarti … “’Id” artinya “hari raya”. Dalam tata bahasa bahasa Arab, kata “’Id” masuk ke kategori yang disebut ism jamid atau kata benda asli atau kata dasar/akar, bukan ism musytaq atau kata bentukan/turunan dari kata lain (Arti ini sekaligus menjadi titik tinjau untuk ucapan yang kaprah kita dengar: Selamat Hari Raya Idul Fitri atau Selamat Hari Raya Idul Adha. Kalimat itu sama dengan Selamat Hari Raya Hari Raya Fitri; Selamat Hari Raya Hari Raya Adha. Jadi, cukup Selamat Idul Fitri; Selamat Idul Adha).
Sedangkan “al-fithr”, arti dasarnya adalah “al-syaqq” (hal membelah; hal merobek) dan “al-qath’u” (hal memotong). Dari kata ini terbentuk kata “al-ifhtar” yang kita salin dengan “(hal) berbuka puasa”. Dalam “berbuka puasa”, kita “membelah” dan “merobek” puasa. Memotong aktivitas menahan makan, minum, dan berhubungan intim. Menyudahi aktivitas menahan hal-hal yang membatalkan puasa.
Ini sekaligus menyelesaikan persoalan misterius selama ini: kenapa kita, orang Indonesia, menyebut aktivitas menyudahi puasa, makan atau minum saat Maghrib tiba, dengan istilah “buka puasa”?
Jawabannya kembali ke akar makna kata “al-fithr”/“al-ifhtar” di atas: “membelah”, “merobek”. Anggaplah aktivitas puasa adalah buah durian. Cara membuka durian adalah dengan membelahnya. Anggaplah aktivitas puasa adalah kado. Cara membuka kado adalah dengan merobek bungkusnya.
Saya kira “buka puasa” padanan yang dapat dipertanggungjawabkan secara etimologis. Akurat.
Jadi, secara bahasa, “Idul Fitri” bisa Anda artikan “hari raya makan-makan dalam rangka menyudahi puasa Ramadan”. Dan secara istilah, “Idul Fitri” adalah hari raya yang dilaksanakan seusai Ramadan.
Saya pikir penting untuk mengerti arti “Idul Fitri” secara bahasa untuk kemudian meninjau apakah arti “filosofis” yang begitu populer itu memiliki landasan yang kuat atau tidak, benar secara dasar atau tidak: Idul Fitri adalah kembali ke fitrah; kembali menjadi manusia bersih dan suci—begitu kira-kira yang sering kita dengar. (Saking populer arti filosofis “Idul Fitri” ini sampai-sampai menenggelamkan arti dasarnya).
Kenapa pemaknaan filosofis “Idul Fitri” dengan kembali ke fitrah begitu populer?
Saya menduga, barangkali karena kata “‘id” (“عيد”) di “Idul Fitri” (‘id al-fithr, عيد الفطر) dianggap seakar kata atau ada kaitan dengan kata “’aud” (“عود”) yang artinya memang “(hal) kembali”. Lalu, “al-fithr” dikaitkan dengan “al-fithrah” (fitrah).
Jika dugaan saya benar maka anggapan tersebut tak salah jika disangsikan. Penelusuran sementara ini, tidak ada kaitan antara “عيد” (“‘id”) dan “عود” (“’aud”). Kedua kata itu sama sekali tak punya “hubungan darah”. Seperti dijelaskan di awal, “عيد” (“‘id”; hari raya) adalah ism jamid, kata dasar. Kata yang tak tumbuh dari akar kata apa pun; kata “عيد” (‘id) sendiri adalah akar. Turunan atau bentukan dari kata ini adalah “عايد” (“‘ayada”; menyambut hari raya) dan “عيّد” (“’ayyada; memestakan hari raya; merayakan lebaran).
Jadi, cukup dari ulikan kata “عيد” (“‘id”), pemaknaan filosofis “Idul Fitri” dengan kembali ke fitrah batal secara etimologis. Sebab itu, pembahasan kaitan “al-fithr” dengan “al-fithrah”—apa pun hasilnya—tak relevan lagi dalam konteks penelusuruan makna kembali ke fitrah dalam “Idul Fitri”.
Pemaknaan filosofis kembali ke fitrah ini telah masif di benak banyak orang sebab dikukuhkan setiap tahun, setiap Idul Fitri. Hal yang sama tak terjadi pada “Idul Adha”. Jika pemaknaan filosofis “Idul Fitri” dengan kembali ke fitrah sah secara etimologis, semestinya pemaknaan filosofis “Idul Adha” yang berangkat dari selisik kata juga ada. Sama-sama “idul”. Cuma beda di “fitri” dan “adha”. Katakanlah “Idul Fitri” adalah kembali ke fitrah. Lalu, “Idul Adha” kembali ke apa?
Ya, kembali ke nyate-nyate lah.
*
UPDATE (2015). PENTING: di paragaf pertama disebutkan: Dalam tata bahasa bahasa Arab, kata “’Id” masuk ke kategori yang disebut ism jamid atau kata benda asli atau kata dasar/akar, bukan ism musytaq atau kata bentukan/turunan dari kata lain. Saya menulis koreksi untuk pernyataan itu. Sebab, ada yang mengatakan kata “’Id” merupakan kata bentukan atau musytaq. Anda bisa membaca koreksiannya di sini.
[…] Kembali ke Apa?”. Tulisan itu menyelisik kata “idul fitri” dari sisi bahasa. Klik ini untuk membaca judul itu (saya kira Anda perlu membaca tulisan itu sebelum membaca tulisan […]
LikeLike
[…] ada keterkaitan etimologis antara kata “al-‘id” (hari raya) dengan kata ’aud (perihal kembali). Ini menjadi koreksi pernyataan di judul “Jika ‘Idul Fitri’ Kembali ke Fitrah Mala ‘Idul … […]
LikeLike
[…] ada keterkaitan etimologis antara kata “al-‘id” (hari raya) dengan kata ’aud(perihal kembali). Ini menjadi koreksi pernyataan di judul “Jika ‘Idul Fitri’ Kembali ke Fitrah Mala ‘Idul Adha’ Kembali ke Apa?” […]
LikeLike