Abdul Qadir al-Jailani Melempar Iblis
30 April 2013 § Leave a comment
Syekh Abdul Qadir al-Jailani dalam sebuah perjalanan. Tiba-tiba, ia diadang cahaya begitu terang benderang, mengawang. Tampak megah dan indah. Ia berseru kepada al-Jailani, “Aku Tuhanmu. Kau hamba pilihanku. Mulai detik ini, aku halalkan untukmu semua yang semula haram. Kau bebas dari kewajiban agama.”
“Enyahlah, Iblis terkutuk!” kata Syekh, konon sambil melempar si iblis dengan sandal.
“Bagaimana kau bisa tahu aku iblis?! Padahal, dengan cara ini sudah kusesatkan banyak orang yang tampak saleh, orang-orang yang taat beribadah.”
“Dengan ini,” kata Syekh seraya menitik keningnya dengan telunjuk. “Otak. Jika benar Tuhan membebaskan kewajiban agama untuk orang-orang pilihan, niscaya Ia sudah melakukannya untuk Nabi Muhammad.”
Kisah masyhur yang mungkin berusia ratusan tahun dalam khazanah keislaman itu bisa jadi benar adanya dan bisa jadi karangan belaka. Namun, apa pun itu, ada semacam upaya mendorong umat untuk beragama dengan akal jernih. Mengawinkan hati dan akal. Tak mudah terprovokasi dan teperdaya oleh sesuatu yang mengatasnamakan Tuhan. Sebab, bisa jadi, itu justru atas dorongan setan. Jika kau tak menjaga akalmu tetap terjaga, setan dalam hatimu yang akan berkuasa, memengaruhimu untuk mengikuti segala provokasi dan tipu daya atas nama Tuhan, atas nama keyakinan.
“Tak ada diri seorang pun yang tak dihuni setan,” kata Rasul.
“Bagaimana denganmu?” Rasul ditanya.
“Termasuk aku. Hanya saja Tuhan menjagaku dan menjinakkan setan untukku sehingga ia tak mampu memengaruhiku berbuat buruk” (HR. Muslim dari Ibnu Mas’ud).
Bisa jadi pula, cerita al-Jailani dan iblis di atas dibuat pengarangnya ketika agama dan nama Tuhan dijadikan merek jualan untuk menggalang dukungan. Si pengarang menggubahnya sebagai bentuk perlawanan terhadap kepalsuan atas nama Tuhan, pemberontakan terhadap penyalahgunaan nama Tuhan.
Jika benar, cerita klasik di atas akan selalu relevan dengan zaman.
Leave a Reply