Puisi Dan Catur
24 January 2009 § 2 Comments
Puisi, kata Goenawan Mohamad, dalam dirinyalah keterbatasan dirundung janji. Dan janji itu adalah tentang sebuah makna. Dalam janji, sebuah makna tak pernah diketahui pasti.
Permainan catur adalah rangkaian puisi. Dalam puisi ada keniscayaan keterikatan “rima” dan “irama”. “Irama” menuntut gerakan yang teratur. Begitu juga dengan permainan catur. Pergerakan pion di atas papan catur adalah garakan teratur, langkah pasti, namun menjanjikan strategi mematikan yang hanya diketahui pasti oleh sang pemain, untuk menundukkan lawan main. Kenapa harus strategi yang tersembunyi? Sebab, jika terus terang, lawan dengan mudah akan mengelak, dan mungkin akan menundukkan balik sang pemain. Strategi permainan catur adalah strategi puisi: yang tampak tak bisa dibaca sebagaimana adanya. Pemain hanya bisa mengira-ngira dan “menafsiri” – dengan kemungkinan terkecoh – maksud langkah-langkah pion yang digerakkan lawan mainnya, sebagimana puisi – juga Kitab Suci – di mana pembaca selamanya hanya bisa “menafsiri” rangkaian kata yang dimaksud oleh penulis puisi, dengan kemungkinan tak pernah sampai pada maksud yang sejati.
Satu kekuatan puisi: ia mampu menyampaikan apa yang tak bisa diutarakan secara terus terang. Dalam permainan catur, kepada lawan, kita bisa katakan: “aku akan mengalahkanmu”, tapi strategi bagaimana “aku akan mengalahkanmu” selamanya adalah sebuah janji yang rumit diketahui pasti oleh lawan.
Puisi dan catur sama-sama menyembunyikan janji: janji puisi tentang sebuah makna, janji catur tentang strategi. Di sinilah puisi dan permainan catur terikat dalam benang merah.[jr]
Kalau cinta dan rindu … ada kaitannya gak?
LikeLike
ada kaitannya, bu… dalam jiwa Rindu (dengan “R” kapital) saya yakin ada sekeping cinta… itu dia kaitannya…
LikeLike